[Ngebahas Film] Dua Garis Biru

            Gina S. Noer kembali ke dunia perfilman dengan membawa satu tema yang cukup menarik : Sex Education. Film ini hadir akibat keresahan Gina mengenai kurangnya pendidikan seks kepada remajadi Indonesia, yang mengakibatkan banyak hal yang tidak diinginkan terjadi. Konotasi seks yang cukup tabu di kalangan masyarakat Indonesia, membuat film ini mengundang kontroversi diawal kemunculannya di kanal YouTube. Dua Garis Biru dianggap akan memberikan contoh yang tidak baik kepada kaula muda. Nah kali ini, gue mau nge share tanggapan gue setelah menonton film ini tepat di hari pertama rilis. 

            Dari pertama kali gue klik triller film “Dua Garis Biru”, gue udah jatuh cinta sama ceritanya yang syarat akan makna. Dua Garis Biru mengangkat cerita mengenai Dara (Zara JKT 48) dan Bima (Angga Yuanda) yang tersandung nafsu dan berakhir dengan kehamilan Dara. Permasalahan selanjutnya tentu ketika orang tua mereka mengetahui kejadian tersebut. Baik sudut pandang Dara-Bima, maupun orang tua, terkupas habis. Gue sebagai penoton, dapat dengan mudah merasakan semua perasaan tokoh. Dialog yang dibawakan oleh setiap tokohnya sangan realistis dan terasa pas. Cerita yang disajikan terasa sangat matang, sesuai dengan dugaan gue saat mengetahui bahwa penulis dan sutradaranya adalah Gina S. Noer. Terlebih. Gina S. Noer telah mengembangkan ide film ini sejak 2009, atau sepuluh tahun yang lalu.

            Menurut gue, film ini berhasil menyampaikan pesan bahwa dialog antara orang tua dan anak mengenai seks sangatlah penting. Maksudnya, anak yang beranjak remaja harus diberitahu mengenai aktivitas yang menjurus, dampak, alat kontrasepsi, dan hukum agama yang dianut. Hal tersebut harus dilakukan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah atau penyakit lainnya.  Selain karena tema yang diangkat, hal yang menarik perhatian gue dari sejak triller keluar adalah penokohannya.
 
Gue pribadi, sangat menyukai peran Dara dan Bima yang memiliki citra ‘anak baik’. Hal tersebut dapat menghapuskan perspektif orang-orang yang beranggapan bahwa hanya anak nakal yang melakukan seks diluar nikah, atau sebaliknya, pelaku seks di luar nikah pasti anak nakal. Padahal menurut gue gak gitu. Dan film ini mewakili pemikiran gue. Gue juga jatuh cinta pada orang tua Bima dan Dara, mereka sangat kuat dalam menghadapi kenyataan yang harus ditelan anak mereka. Tapi dibalik kekuatan mereka, gue bisa ikut merasakan bagaimana rasa kecewa, sayang, khawatir, marah, malu bercampur jadi satu dan menghasilkan dua sifat berikutnya : Sabar dan ikhlas.

Untuk segi cerita, dialog, dan pesan, gue sangat sangat merekomendasikan ini dilihat oleh orang tua dan anak remajanya. Banyak banget sisipan dialog dalam film yang bisa didiskusikan, tapi gak akan gue bilang disini. Sayangnya, ada beberapa hal yang bikin gue kurang nyaman ketika nonton filmnya. Layar yang dipakai enggak selebar film yang biasanya gue tonton. Ada beberapa backsound yang mengganggu kaya gugukan anjing atau suara ayam di tengah dialog penting. Daripada menampilkan kesan natural, malah jadi mengganggu. Feel dari sinematiknya juga gak seciamik dugaan gue ketika nonton beberapa review. Tapi meskipun begitu, gue tetep enjoy dengan ceritanya yang super mengiris. Gue kasih 8/10 untuk ceritanya yang penuh pembelajaran.

Gue cukupkan pembahasan filmnya sampe sini, jangan percaya tulisan gue sebelum kalian bener-bener nonton dan saksikan. terimakasih sudah mampir! bubay!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang

Cinta dalam Segenggam Cahaya #1

Tanyakan Apa